MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN
KULTUR JARINGAN
Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi in vitro (didalam gelas). Jadi Kultur in vitro dapat diartikan sebagai bagian jaringan yang dibiakkan di dalam tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya. Secara teoritis teknik kultur jaringan dapat dilakukan untuk semua jaringan, baik dari tumbuhan, hewan, bahkan juga manusia, karena berdasarkan teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), bahwa setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut, setiap sel berasal dari satu sel (Harianto, 2009).
MEDIA KULTUR JARINGAN
Media merupakan faktor
penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang
digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur
yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber
vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa
organik sebagai tambahan seperti air kelapa, ekstrak buah dll, bahan pemadat:
agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan arang aktif untuk kasus tertentu
untuk tanaman.
MACAM MACAM MEDIA KULTUR JARINGAN
1. Media
Knop
Dapat juga digunakan untuk
menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan
kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan
suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts
2. Media
White
Dikembangkan oleh Hildebrant
untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari, ditemukan bahwa unsur
makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan
oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga
matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan
kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi
dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum
digunakan sekarang.
3. Media
Knudson dan media Vacin and Went
Media ini dikembangkan khusus
untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun dapat tumbuh dengan baik
dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan
penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan
dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan
untuk perkembangan protocorm.
Media Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi
untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium
khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun.
Pertumbuhan sel dari jaringan
suatu organ dibandingkan dengan jaringan tumor tanaman Venca rosea
(Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan ammonium ke dalam media
White yang sudah dimodifikasi, mempunyai pertumbuhan yang lebih baik.
Konsentrasi NO3-, NH4-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh, hampir sama dengan yang
dikembangkan oleh Miller.
4. Media
Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi
media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan
optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk
NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari
N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media
tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga
ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya
konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS
dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum
digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak
digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media
MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut,
5. Media
Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk
kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah
dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur
kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi
seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk
kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, media ini
menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi
dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah 1
mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).
6.
Media Schenk & Hildebrant (media SH)
Merupakan media yang juga
cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan dikotil. Konsentrasi
ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip dengan komposisi pada media
Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan PO4-3 yang lebih
tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis
tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan,
tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk
pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman
tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman
legume.
7. Media
WPM (Woody Plant Medium)
Yang dikembangkan oleh Lioyd
& Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang
lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman berkayu, dan
dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari
sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman
hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.
8. Media
N6
Media N6 mempunyai ciri
perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻ yang jauh perbandinganya. Amonium
yang diberikan dalam bentuk (NH₄)SO₄ hanya sebanyak 363 mg/l, sedangkan
KNO₃ 2830 mg/l.
Pada umumnya media kultur
jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar
adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro),
sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam
media dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama
penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan
memperoleh suatu hasil yang penting artinya.
Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:
1. Media dasar Murhasige
dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua jenis kultur, terutama
pada tanaman herbaceous.
2. Media dasar B5 untuk
kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.
3. Media dasar White
(1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat.
4. Media dasar Vacin dan
Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan anggrek.
5. Media dasar Nitsch dan
Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel.
6. Media dasar schenk dan
Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok untuk kultur jaringan tanaman-tanaman
monokotil.
7. Medium khusus tanaman
berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)
8. Media N6 untuk
serealia terutama padi.
0 Response to "MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN"
Post a Comment